Sudah lama sekali gak ngeblog, sudah 10 tahun lebih 4 hari sejak postingan terakhir tanggal 11 Februari 2015. Kalo saja Google Site klasik tidak menghentikan pengeditan tanggal 30 Januari 2023 lalu mungkin saya masih akan hiatus lama. Tapi berhubung penghentian Google Site klasik itu telah menyebabkan kekacauan pada blog-blog yang saya buat karena script dan gambar yang saya simpan disana telah dipindahkan Google ke Google Drive. Otomatis, dengan kepindahan itu script dan gambar pun tidak berfungsi karena URL-nya telah berubah.
Google benar-benar ngerjain. Selain Google Site klasik itu, Google Code juga ditutup tanggal 15 Januari 2016 padahal ada beberapa script yang saya titipkan disana. Repotnya script tersebut tidak dipindahkan ke Google Drive saat Google Code “dimatikan”, akibatnya script-script tersebut hilang tak berbekas. Untungnya masih ada simpanan script-script tersebut di flashdisk.



"A hero is born among a hundred, a wise man is found among a thousand, but an accomplished one might not be found even among a hundred thousand men." (Seorang pahlawan lahir di antara ratusan orang, seorang bijak ditemukan di antara ribuan orang, tetapi seorang yang sempurna malah mungkin tidak bisa dijumpai di tengah-tengah ratusan ribu manusia) [Plato, 428-348 SM]
Biasanya saya tidak memiliki banyak kesulitan dalam membuat judul untuk sebuah tulisan tapi kali ini bener-bener bingung, tidak tahu harus memberi judul apa, soalnya tulisan berikut berisi kebingungan-kebingungan.
Anda pasti bingung, apalagi saya, bingung tujuh keliling dengan hal-hal yang membingungkan ini. Rasanya aneh tapi memang kenyataannya seperti itu. Mau dibilang "khas Indonesia", saya juga orang Indonesia dan saya (mungkin juga anda) tidak seperti itu. Jadi, hal ini benar-benar "ajaib" dan hanya bisa terjadi di Indonesia (di negara lain ada gak ya?).

102 tahun yang lalu, para pelajar (mahasiswa), yang dimotori oleh R. Soetomo, berkumpul dalam ruang kuliah anatomi STOVIA (sekarang Fakultas Kedokteran UI), Jakarta, untuk membicarakan masalah keterpurukan bangsa akibat penjajahan selama ratusan tahun. Mereka yang hadir pada saat itu, yakni: R. Soetomo, M. Soeradji, M. Muhammad Saleh, M. Soewarno, M. Goenawan, R.M. Goembrek, dan R. Angka, akhirnya sepakat untuk membentuk sebuah perkumpulan, yang kemudian diberi nama Boedi Oetomo. "Boedi" berarti tabiat atau perilaku, sedangkan "Oetomo" berarti luhur atau utama. Mereka berharap dengan adanya perkumpulan ini akan mampu menciptakan para pelajar yang dalam mencapai sesuatu selalu berdasarkan atas keluhuran budi dan mengedepankan (mengutamakan) kemulyaan perilaku sesuai dengan norma-norma budaya timur yang santun dan beradab.