earth

Guestbook

/* Iklan google ads */

Syiah Sesat? Ini Kata Ustadz Kampung (Bagian II)

Syiah nampaknya sudah menjadi semacam penyakit menular yang sangat berbahaya bagi umat Islam sehingga perlu dicegah sedemikian rupa sehingga tidak menyebar ke mana-mana. Situ-situs dibuat, buku-buku dikarang, cerita-cerita disebar hanya untuk menyudutkan dan menjelek-jelekkan Syiah. Namun semakin dihujat, semakin membuat saya penasaran untuk mengetahui lebih dalam mengenai ajaran Syiah. Rasanya aneh, madzhab yang diakui ulama-ulama besar dari berbagai negara, yang termuat dalam Risalah Amman atau The Amman Message, tapi dihujat habis-habisan, bahkan dikafirkan, oleh sebagian orang yang mengaku dirinya muslim.

Rasa kepenasaran inilah yang membuat saya bertanya dan terus bertanya agar bisa lebih memahami dan menghargai pilihan saudara-saudara saya penganut aliran Syiah. Berikut adalah beberapa petikan dialog kami, melanjutkan dialog sebelumnya:

Saya : Bagaimana tanggapan ustad mengenai pandangan bahwa Syiah membenci khalifah Abu Bakar, ‘Umar, Utsman, dan ummul mu'minin ‘Aisyah, apakah hal itu benar?

Ustadz : Sudah saya jelaskan kemarin, kita harus membedakan antara ajaran Syiah dan orang Syiah. Ajaran Syiah sendiri melarang melakukan penistaan pada para istri dan shahabat Nabi, bahkan Ayatullah Ali Khamenei, pemimpin spiritual Iran, sampai membuat fatwa haram terhadap penghinaan kepada istri-istri dan para shahabat Nabi yang dimuliakan oleh orang-orang Sunni.

Saya : Tapi bukankah dengan adanya fatwa tersebut menunjukkan bahwa penghinaan itu memang ada dan dilakukan oleh orang-orang Syiah? Dan konon fatwa itu hanya taqiyah-nya Syiah. Bagaimana menurut ustadz?

Ustadz : Saya kira penghinaan semacam itu ada karena menyangkut pemahaman orang perorang terhadap peristiwa sejarah. Apalagi aliran-aliran di dalam Syiah juga cukup banyak, seperti: Itsna Asy'ariyah atau Imamiyah, Zaidiyah, Fatimiyah, Ismailiyah, dll., maka boleh jadi ada aliran yang memang melakukan penghinaan seperti itu. Tapi secara umum, orang-orang Syiah sekarang sangat menghormati istri dan para sahabat Nabi. Biasalah... di Sunni juga ada aliran-aliran yang menyimpang seperti itu, tapi pengikutnya tidak banyak, dan itu tidak bisa dijadikan alasan bahwa semua ajaran Sunni menyimpang.
Mengenai taqiyah. Hehehe... rasanya lucu kalau hal itu disebut taqiyah. Apa Ali Khamenei merasa terancam jiwanya sehingga harus ber-taqiyah?

Saya : Emang taqiyah itu apa sih, ustadz? Saya sering mendengar orang-orang Sunni yang membela Syiah selalu dibilang taqiyah.

Ustadz : Gampangnya gini... taqiyah itu berbohong yang dibolehkan syariat demi menjaga harta, jiwa dan kehormatan seseorang. Jadi taqiyah ini bukan milik Syiah saja, orang Sunni juga dibolehkan untuk ber-taqiyah.

Saya : Masih kurang faham.... Maksudnya bagaimana, ustadz?

Ustadz : Misalkan gini... Ada perampok ke rumah kamu, terus nanyain tempat penyimpanan harta kamu. Kamu boleh berbohong untuk menyelamatkan harta itu. Atau ada orang yang mau membunuh adikmu, terus kamu bilang kalau adikmu tidak ada di rumah padahal adikmu itu ada. Nah, berbohong seperti itu namanya taqiyah. Zaman PKI dulu juga banyak umat Islam yang melakukan taqiyah. Karena takut dibunuh PKI akhirnya mengaku atheis. Jadi kalau taqiyah dituduhkan kepada orang-orang Syiah sekarang rasanya aneh. Apa orang-orang Syiah itu terancam jiwanya sehingga harus ber-taqiyah?

Saya : Ooo... (manggut-manggut). Kembali ke masalah awal. Tadi ustadz bilang penghinaan terhadap istri dan para sahabat Nabi itu berkaitan dengan pemahaman atas peristiwa sejarah. Maksudnya bagaimana?

Ustadz : Wah... ceritanya panjang, butuh waktu berjam-jam kalau diceritakan secara detail. Tapi akar masalah sebenarnya terletak pada siapa yang paling berhak menjadi khalifah selepas Nabi wafat. Dari sinilah kemudian timbul kebencian dan penghinaan di kalangan orang-orang yang tidak bijaksana dalam memahami sejarah.

Saya : Maksudnya ustadz?

Ustadz : Begini... Pasca Nabi wafat, umat Islam terpecah ke dalam dua kelompok ketika menentukan siapa yang harus menjadi khalifah. Kelompok rafidhi atau pendukung ‘Ali, yang sekarang disebut Syiah, menganggap ‘Ali-lah yang paling berhak menjadi khalifah. Sedangkan kelompok lainnya mendukung hasil baiat Saqifah yang menunjuk Abu Bakar sebagai khalifah. Nah, kedua kelompok ini akhirnya saling bertikai dan saling menyalahkan. Bagi orang yang tidak bijak dalam menyikapi kenyataan sejarah ini akan terbawa arus, kemudian ikut-ikutan menghina salah satu kelompok tersebut, termasuk menghina para sahabat Nabi yang terlibat di dalamnya.

Saya : Ooo... Jadi kalau begitu, Syiah itu sudah ada sejak lama dong. Tapi dari informasi yang pernah saya dengar, Syiah itu buatan orang Yahudi yang bernama Abdullah bin Saba. Bagaimana menurut ustadz?

Ustadz : Hehehe... mau aja dibohongi. Ingat, tafakur dan tabayun. Jangan asal menerima saja. Cerita Abdullah bin Saba itu jelas bohong yang sengaja dihembuskan untuk menyudutkan Syiah dan memecah-belah umat.

Saya : Tapi ustadz, katanya tokoh Abdullah bin Saba ini ada dalam sejarah Islam. Bagaimana tanggapan ustadz?

Ustadz : Ya, memang ada tapi hanya bersumber dari keterangan satu orang, yakni dari Saif bin ‘Umar. Saif bin ‘Umar ini di kalangan ulama dan ahli hadits sudah dicap sebagai pembohong sehingga hadits-hadits yang berasal darinya ditolak. Secara nalar pun pasti kita akan bertanya, bagaimana mungkin peristiwa besar seperti munculnya tokoh Abdullah bin Saba hanya diceritakan oleh satu orang, apa orang lain pada saat itu tidak tahu? Ini kan aneh... Untuk perkataan Nabi saja Saif bin ‘Umar ini berani berbohong, apalagi sejarah.

Saya : Tidak aneh juga, ustadz... Mungkin karena perseteruan antarkelompok itulah sehingga memunculkan cerita-cerita bohong seperti itu dengan maksud untuk menjatuhkan lawan-lawannya.

Ustadz : Hahaha.... sudah mulai encer rupanya otakmu. Benar seperti itu. Jangankan cerita, ucapan Nabi pun banyak yang dipelintir dan dipalsukan hanya untuk mendukung kelompoknya atau untuk menjatuhkan kelompok lain. Makanya dalam menilai hadits pun kita harus jernih dan tidak asal comot karena tidak menutup kemungkinan para perawi pun ada yang berpihak pada salah satu kelompok itu.

Saya : Kembali ke masalah khalifah. Menurut ustadz, siapa sebenarnya yang harus jadi khalifah pada saat itu, ‘Ali atau Abu Bakar?

Ustadz : Waduh... pertanyaannya tendensius nih. Kalau saya jawab ‘Ali, nanti saya dibilang Syiah. Kalau saya jawab Abu Bakar, nanti dibilang mengingkari Al Qur’an dan Hadits. Buat saya, sudahlah permasalahan siapa yang paling berhak atas khalifah itu tidak perlu diungkit-ungkit lagi karena itu masa lalu yang sudah tidak bisa diulangi lagi. Lebih baik kita bicara sejarah saja supaya bisa lebih memahami pendirian saudara-saudara kita penganut mazhab Syiah, karena bagaimanapun mereka itu sama-sama muslim seperti kita karena memiliki Tuhan yang sama, Nabi yang sama, kitab suci yang sama, kiblat yang sama, waktu dan jumlah raka'at shalat yang sama, dan masih banyak kesamaan-kesamaan lainnya.

Saya : Baiklah ustadz... Menurut sejarah sendiri, bagaimana bisa terjadi perselisihan dalam menentukan khalifah pada waktu itu, bukankah seharusnya satu suara?

Ustadz : Kalau bukan karena ijtihad ‘Umar, mungkin akan satu suara. Tapi sejarah sudah bergulir dan kenyataan ini harus kita terima sebagai suatu takdir. Suka atau tidak, semua sudah terjadi dan tidak bisa diulangi lagi.

Saya : Aduh... bingung nih ustadz. Maksud ustadz dari ijtihad ‘Umar dan takdir itu bagaimana?

Ustadz : Begini.... Jika melihat hadits-hadits yang berkaitan dengan para shahabat, orang tidak perlu menjadi profesor untuk menganalisa dan menarik kesimpulan tentang siapa pemimpin setelah Nabi wafat karena dalam hadits-hadits tersebut dengan jelas menyebutkan bahwa yang harus menggantikan itu ‘Ali. Misalnya hadits-hadits yang menyatakan bahwa kedudukan ‘Ali dengan Nabi seperti kedudukan Harun dengan Musa. Kita tahu bahwa setelah Nabi Musa wafat penggantinya adalah Nabi Harun. Atau hadits yang paling terkenal adalah pidato Nabi di Ghadir Khum setelah beliau melakukan haji wada, yang menyebutkan bahwa ‘Ali-lah pemimpin dan wali bagi muslimim setelah Nabi. Hadits ini sangat terkenal karena diriwayatkan oleh beberapa perawi terkemuka, seperti: Imam Ahmad, Imam Turmudzi, Imam Nasai, dll. Bahkan surat Al-Maidah ayat 55 menyebutkan bahwa wali umat muslim itu adalah Allah, rasul, dan orang-orang yang berzakat dalam keadaan ruku. Sepanjang sejarah, hanya ‘Ali-lah yang memberi sedekah ketika sedang ruku. Dan menurut para ahli tafsir pun ayat ini turun setelah peristiwa ‘Ali memberi sedekah cincin pada saat beliau sedang ruku. Jadi sangat jelas sekali kalau ‘Ali-lah yang seharusnya menjadi khalifah setelah Nabi wafat.

Saya : Tapi ustadz, banyak ulama Sunni yang menafsirkan bahwa hadits Ghadir Khum itu tidak menunjukan bahwa ‘Ali yang harus jadi pemimpin, dan surat Al-Maidah ayat 55 itupun tidak secara jelas menunjuk ‘Ali karena bentuknya jamak, orang-orang, jadi bisa siapa saja. Bagaimana tanggapan ustadz?

Ustadz : Ya... boleh saja ulama-ulama tersebut berpendapat demikian. Namanya juga tafsir, pendapat, setiap kepala pasti punya pandangan yang berbeda tergantung dari sudut mana ia menilai dan kemana ia berpihak. Tapi buat saya rasanya aneh. Hadits dan ayat Qur’an tersebut sudah jelas kok. Bentuk lafadznya memang jamak tapi sejarah mencatat hanya ‘Ali-lah yang memberikan zakat atau sedekah ketika sedang ruku dalam shalat. Bahkan kalau kita kritis, kita akan mempertanyakan kenapa menjelang Nabi wafat beliau menyuruh para shahabatnya untuk pergi berperang ke Syam dengan pasukan Usamah bin Zaid sementara ‘Ali disuruh tinggal dan menjaga Madinah, padahal biasanya ‘Ali selalu ikut dalam setiap pasukan? Tentunya Nabi punya maksud agar setelah beliau wafat, peralihan kepemimpinan menjadi lancar tanpa ada gangguan dan perdebatan di kalangan para shahabat. Tapi sekali lagi, pendapat boleh berbeda namun persatuan harus dijaga. Apalagi sejarah sudah bergulir dan tidak bisa diulang lagi. Sebagai muslim, kita harus menerima kenyataan sejarah dan menghormati keputusan para shahabat pada waktu itu, apa pun hasilnya.

Saya : Baiklah ustadz... Jika memang harus ‘Ali yang menjadi khalifah, kenapa umat Islam pada waktu itu memilih Abu Bakar? Bukankah para shahabat juga hadir dan mendengarkan pidato Nabi di Ghadir Khum? Terus kaitan dengan ijtihad ‘Umar itu bagaimana, ustadz?

Ustadz : Begini... Setelah Nabi wafat terjadi perselisihan antara Muhajirin dan Anshor di Saqifah bani Sa'idah. Masing-masing kaum menginginkan khalifah pengganti Nabi berasal dari kaumnya. Melihat kondisi yang semakin memanas, ‘Umar berusaha meredam situasi dengan cara mengancam akan membunuh siapa saja yang mengatakan Nabi telah meninggal, sampai akhirnya muncul Abu Bakar. Setelah Abu Bakar muncul, ‘Umar membaiat Abu Bakar yang kemudian diikuti oleh para shahabat Muhajirin dan shahabat Anshor. Kenapa ‘Umar memilih Abu Bakar bukannya ‘Ali? Barangkali karena ‘Umar dan para shahabat lupa akan pesan Nabi di Ghadir Khum karena peristiwa tersebut sudah cukup lama terjadi, hampir 3 bulan atau 73 hari sebelum Nabi wafat. Kita saja sering lupa pidato presiden seminggu yang lalu, apalagi hampir 3 bulan lalu. Atau bisa juga dikarenakan ‘Ali tidak ada di Saqifah pada saat itu lantaran beliau tengah sibuk mengurus jenazah Nabi sedangkan pengangkatan khalifah harus dilakukan dengan segera untuk mengatasi gejolak di Madinah. Barangkali karena alasan itulah mengapa ‘Umar memilih Abu Bakar.
Alasan lainnya, mungkin 'Umar memandang bahwa Abu Bakar bisa diterima oleh kedua kelompok karena beliau merupakan tokoh tua yang masuk Islam paling awal dan sekaligus mertua Nabi sehingga dianggap bisa meredakan ketegangan antara kaum Muhajirin dan Anshor serta dianggap mampu untuk mempersatukan keduanya.
Barangkali dari peristiwa inilah kemudian menyebabkan sebagian orang Syiah tidak menyukai ‘Umar karena dianggap telah merampas hak ‘Ali. Tapi untuk sebagian besar orang Syiah, saya kira tidak begitu. Mereka sadar bahwa hal itu sudah menjadi masa lalu.

Saya : Mungkin juga karena Abu Bakar pernah menggantikan Nabi sebagai imam shalat sehingga dianggap layak untuk menjadi khalifah.

Ustadz : Mungkin... Tapi hadits mengenai hal itu masih jadi perdebatan karena ada keterangan lain yang menyatakan bahwa Nabi selalu menjadi imam shalat meskipun dalam keadaan sakit. Selain itu, Abu Bakar kan ikut berangkat dengan pasukan Usamah, jadi mana mungkin orang yang tidak berada di Madinah tapi bisa menjadi imam shalat di mesjid Nabi?

Saya : Iya juga ya... Wah, semakin menarik nih, ustadz... Tapi rasanya ada yang aneh, kenapa para shahabat itu bisa berada di Madinah, bukankah mereka sudah berangkat ke Syam dengan pasukan Usamah?

Ustadz : Hehehe... jeli juga kau ini... Para shahabat itu kembali ke Madinah setelah mendapat kabar dari ‘Aisyah, yang menyurati Abu Bakar dan menceritakan kondisi sakit Nabi yang sudah semakin kritis. Para shahabat akhirnya kembali sebelum sampai di Syam atau Syria sekarang, padahal sebelum keberangkatan, Nabi berpesan supaya tidak kembali sebelum sampai di Syam dan peperangan usai. Nah, coba kamu pikir, apa maksud pesan Nabi yang melarang para shahabat kembali ke Madinah sebelum perang usai? Secara sepintas pun kita bisa menebak maksud dan tujuan beliau. Tapi begitulah kenyataannya. Mungkin saking cintanya kepada Nabi sehingga para shahabat itu melanggar pesan beliau dan lebih memilih kembali ke Madinah untuk menjenguk beliau.

Saya : Wah... kelihatannya ustadz membela ‘Ali terus nih, jangan-jangan ustadz sudah menjadi Syiah. Hehehe...

Ustadz : Emang dari sejak SD sudah Syiah kok, Syiah Persib. Hahaha.... Syiah itu kan artinya pengikut atau pendukung, jadi tidak salah lagi kalau saya ini Syiah, tapi Syiah Persib. Hehehe...

Saya : Ah, ustadz mah sok aya-aya wae....

Ustadz : Begini... Buat saya, memilih JK pada Pilpres 2009 kemarin bukan berarti harus tidak mengakui SBY sebagai presiden terpilih.

Saya : Maksudnya ustadz?

Ustadz : Pikirin saja sendiri, nanti juga kamu ngerti.

Saya : Baiklah ustadz... Lalu bagaimana pandangan ustadz mengenai adanya ketidaksukaan sebagian orang Syiah terhadap Abu Bakar, Utsman, dan Siti ‘Aisyah?

Ustadz : Ini hanya pandangan saya ya, benar tidaknya, wallahu a’lam. Mengenai Abu Bakar, mungkin selain faktor yang sama dengan ‘Umar, yaitu dianggap sebagai telah merebut hak ‘Ali, juga karena Abu Bakar, sewaktu menjadi khalifah, tidak memberikan tanah Fadak yang diwariskan Nabi kepada Siti Fatimah sehingga membuatnya marah dan tidak bertegur-sapa dengan Abu Bakar hingga beliau wafat. Sebagai orang-orang yang mencintai ahlul bait, tentunya orang-orang Syiah yang kurang bijak akan ikut-ikutan membenci Abu Bakar. Padahal kalau kita melihat alasan yang dikemukakan Abu Bakar cukup masuk akal. Beliau beranggapan bahwa Nabi tidak mewariskan sehingga tidak perlu memberikan tanah Fadak kepada Siti Fatimah.

Saya : Tapi Nabi juga kan manusia, ustadz, jadi sebagai manusia tentunya beliau juga bisa mewariskan, buktinya rumah-rumah Nabi diwariskan kepada istri-istri beliau. Bagaimana menurut ustadz?

Ustadz : Lho, kok nanyanya ke saya? Seharusnya kamu tanyakan sendiri ke khalifah Abu Bakar supaya jelas alasannya apa. Kalau nanyanya ke saya, saya juga sama-sama bingung, hehehe.... Tapi saya yakin beliau punya alasan tersendiri yang kita tidak tahu. Wallahu a'lam...

Saya : Kalau terhadap Utsman bagaimana ustadz?

Ustadz : Sudah... sudah... Ini sudah malam, besok lagi saja kita teruskan. Masih belum mau pulang lagi ke kota kan?

Saya cuma mengangguk meski dalam pikiran masih banyak pertanyaan yang ingin saya sampaikan. Namun sekalipun demikian, paling tidak, saya sudah memperoleh sedikit gambaran mengenai kenapa sebagian orang Syiah (jika memang ada) tidak menyukai khalifah Abu Bakar dan 'Umar.

Bersambung...

Bahasan Dialog Seputar Syiah:
  1. Syiah = NU + Imamah, Tradisi Syiah di Indonesia
  2. Taqiyah, Abdullah bin Saba, Saqifah, Khilafah, 'Umar, Abu Bakar
  3. Utsman, Mu'awiyah, 'Aisyah, Thulaqa, Fitnatulkubro, Ahlul Bait
  4. Nikah Mut'ah, Abu Hurairah, Hadits-hadits Janggal, Shalat Jama'
  5. 12 Imam, Talfiq, Al-Qur'an Syiah, Kitab Al-Kafi, Strategi Zionis

  • Artikel Terkait Dengan Agama

    Terimakasih sudah membaca artikel SC Community's Blog

    8 komentar

    Semakin menarik dan jelas tentang syiah, kutunggu sambungannya!

    19 September 2013 pukul 07.39  

    Bukankah para sahabat juga mengerti akan hadist. Dan bagaimana hukum hadist yang tegas mengatakan bahwa : jika telah dipilih atau dibaiat seorang khalifah, maka jika ada yang khalifah yang dibaiat yang lain maka penggallah lehernya. Bukankah hadist itu sudah tegas. Mengapa para syiah tidak mau menerima?

    1 Oktober 2013 pukul 23.22  

    @afdil blogWakakak... c mas afdil kayaknya gak baca smua deh.
    Klo bner tu hadis, harusnya Imam 'Ali menggal leher Muawiyah n anaknya, Yazid, plus konco-koconya soalnya mreka gak mo baiat 'Ali.
    Klo Muawiyah gak ada, kayaknya gak bakalan spt ini deh Islam.
    Makanya, baca dulu sblm komeng

    6 Oktober 2013 pukul 15.56  

    Kepada siapa kaum syiah menuntut hak imamah, sedangkan sejarah sudah berlalu sekian ratus tahun ?
    Dengan terbelenggu persoalan politik kekuasaan (imam) hingga persoalan keumatan terbelah. Kita kubur dalam2 saja nafsu bahwa hanya dari imam syiah saja yg behak memimpin umat. Kembali keajaran Al Quran tentang musyawarah yg didadarkan kpd ukhuwah islamiyah. Allahu'alam...

    7 Oktober 2015 pukul 06.28  

    Blog ini justru jadi taqiyah.. Yg disampaikan cuma yg keliatannya benar, padahal ummat jg tidak buta, terlebih dengan mudahnya mendapat informasi visual, bahkan fakta empiris di lapangan bahwa banyaaaaaak sekali keburuka dan kesesatan syiah di balik yg dibicarakan di atas..
    Anehnya kenapa itu tidak diungkap?

    Masalah perbedaan cara & sholat, rukun Islam dan Iman yang beda, syahadatain yg beda (bukan syahadtain karena lebih dari 2 kalimat, ada tambahan2 lain). kitab al kafi yang di dalamnya JELAS2 ada perintah menghujat sahabat Rasul, syiah iran yg justru mengkafirkan sunni, syiah TIDAK SHOLAT JUMAT padahal diperintahkan Allah dalam Qur'an,kenapa YAHUDI BEBAS DI IRAN DAN SINAGOG LEBIH BANYAK DARIPADA MESJID SUNNI, berhaji dengan ucapan labbaik ya hussain sambil joget2 dan memukul2 kepala, ritual mendera tubuh smp berdarah2 saat assyuro, memasang foto2 imam yang jelas 2 adalah haram, mut'ah dan masih banyak lagi penyimpangan aqidah & syariat oleh syiah..

    Bisa jadi syariat2 syiah yg sy tulis di atas dibantah dan bilang "syiah tidak begitu", tapi sangatlah bodoh jika dijaman seperti ini mereka berani membantah hal2 yamg daat terlihat dan terdengar jelas..

    Jadi saya bisa katakan bahwa tulisan di atas ini adalah salah satu bntuk TAQIYAH, berbohong/menutup2i "keimanan/ajaran" syiah mereka yang sebenarnya agar bisa diterima umat Islam..

    UNTUK ORANG2 YANG BELUM BENAR2 TAU DM BELUM PERNAH BERHUBUNGN LANGSUNG DENGAN SYIAH MUNGKIN AKAN MENGANGGAP TULISAN INI SEBAGAI HAL YANG MULIA..

    Tapi ingat.. SIAH SEPERTI HALNYA KRISTEN ADALAH SUNGGUH2 CIPTAAN YAHUDI, BANYAK BUKTI DAN PETUNJUKKNYA.. BAHKAN CARA2 SYIAH BANYAK YANG MENYAMAI KRISTEN, TERMASUK MENGANGGAP HUSSAIN RA SEBAGAI "JURU SELAMAT" MEREKA... Hehe.. Yang ini pasti mereka sembunyikan juga..

    Syiah minta diterima tapi di dalam hati mereka membenci ahlussunnah dan tidak akan pernah menerima ahlussunnah.. Syiah adalah penselisih Sunnah2 Rasul..

    Saya paham syiah karena adik2 almarhum bapak saya dan anak2nya (sepupu saya) adalah syiah. Tidak berhenti2 mereka mencoba menyesatkan keluarga saya sperti halnya kristen yang berusaha memurtadkan muslim..

    Hati terhadap tulisan tentang syiah...TERUTAMA YANG JUDULNYA BERBEDA DENGAN ISINYA.. mereka selalu mmggunakan judul yang kontradiktif dengan maksud isi tulisannya... misalnya "SYIAH KAFIR" tapi kemudian isinya justru berbeda dari yg orang persepsikan dr judulnya, isinya justru membahas sebaliknya, memuji2 dan membenar2kan syiah... Cara yang MIRIP dengan cara2 kafir yahudi dan kristen untuk menjebak muslim yang kurang pengetahuan dan lemah iman..

    JANGAN PERNAH TAKUT MENGATAKAN SYIAH KAFIR... Yakinlah bahwa SYIAH ADALAH KAFIR..

    INGAT SYIAH INGAT TAQIYAH.. Tulisan di atas MENGABURKAN ARTI TAQIYAH yang dilakukan syiah.. TAQIYAH BAGI SYIAH ADALAH BERPURA2 MENJADI MUSLIM YANG BAIK dan LURUS UNTUK MENIPU AHLUSSUNNAH, DAN KEMUDIAN MEREKA PERLAHAN2 MENGHASUT DAN MENIPU MUSLIM YG LEMAH..

    Itulah TAQIYAH dalam SYIAH...

    INGAT SYIAH INGAT TAQIYAH...
    WASPADA KARENA KEBOHONGAN MEREKA BERTINGKAT2...

    13 Januari 2016 pukul 13.55  

    Syiah Koq masih ngeributin kepemimpinan setelah nabi wafat aja. Sekarang sudah abad 21 masih aja ribut masalah politik yang terjadi 1400 tahun yang lalu. Sampai sekarang syiah kerjanya menjelek-jelekkan sahabat nabi aja. Padahal saya Muslim dari kecil tidak pernah diajarkan untuk menjelek-jelekkan orang lain karena itu dosa. Menjelek-jelekkan teman, tetangga, saudara, apalagi para sahabat nabi orang orang yang masuk Islam pertama kali.. Itu sangat berdosa dan dzalim. Mereka adalag Orang orang yg ikut berjuang bersama nabi di awal awal penyebaran agama Islam.. Kalian kaum Syiah abad ke 21 sehebat apa kualitas keimanan dan ketakwaan kalian sampai sampai kalian mengklaim layak untuk memberikan ejekan, hujatan, hinaan, bahkan fitnah terhadap para sahabat nabi. Daripada memperbanyak dosa dengan cacian, hinaan, dan fitnah kalian Syiah lebih baik melakukan Amar ma'ruf nahi mungkar.. Penuhi bumi Allah ini dengan kebaikan, persaudaraan dan hindarkan dari perselisihan.. Saya Muslim menghormati dan mencintai semua Muslim.. Teman Muslim, tetangga Muslim, guru Muslim, ustad Muslim, ulama, pemimpin muslim, apalagi para sahabat nabi.. Abu bakar, Umar, Utsman, dan Ali.. Mereka semua berjasa dalam perkembangan islam. Islam melarang kita untuk menjelek-jelekkan jelekan sesama muslim apalagi para sahabat nabi yang berjuang untuk Islam dan membantu Nabi dalam penyebaran Islam..

    8 Mei 2016 pukul 04.24  

    Tambahkan Komentar

    • Dimohon untuk tidak mencantumkan link aktif pada komentar sobat.
    • Gunakan Ruang Tanya pada TabView Menu, jika ingin menanyakan sesuatu yang tidak ada kaitannya dengan artikel di atas.
    Kang eNeS

    Terimakasih atas semua apresiasi yang sobat berikan.

    10 Artikel Terbaru

    10 Artikel Terpopuler