Perkembangan peradaban manusia yang kian pesat ditambah mobilitas manusia yang tinggi (khususnya di kota-kota besar) dewasa ini telah melahirkan berbagai persoalan yang komplek. Namun sekalipun demikian, Islam selalu memiliki jawaban terhadap permasalahan-permasalahan tersebut. Salah satu permasalahan yang muncul adalah sedikitnya waktu yang dimiliki untuk melaksanakan shalat lima waktu, baik karena kesibukan, terhalang macet, banjir, kebakaran, bencana alam, atau karena hal-hal lain, padahal shalat merupakan ibadah yang tidak bisa digantikan dengan denda atau digantikan pada waktu lain, seperti halnya puasa di bulan Ramadhan.
Lalu bagaimana Islam mengatasi permasalahan ini? Dari berbagai kitab hadits yang ada dikatakan bahwa Nabi Saww (Shalallahu ‘alaihi wa alihi wassalam) pernah melakukan shalat jama' antara shalat Dhuhur dan Ashar, shalat Maghrib dan Isya' di Madinah (bukan dalam bepergian) tanpa disebabkan alasan takut ataupun hujan. Hal ini beliau contohkan supaya tidak membebani umat Islam ketika menemui kondisi-kondisi yang tidak memungkinkan untuk melakukan shalat seperti biasa, sekalipun muqim atau tidak sedang dalam bepergian.
Abu Rabi' Az-Zahrani telah menceritakan kepada kami Hammad dari Zubair bin Khirrit dari Abdullah bin Syaqiq, ia berkata, "Suatu hari Ibnu Abbas berpidato di hadapan kami setelah shalat Ashar hingga matahari terbenam dan bintang-bintang mulai bermunculan, maka orang-orang pun berseru, "Shalat, Shalat!". Tidak lama kemudian seorang laki-laki Bani Tamim, seorang yang tidak loyo dan juga tidak pernah malas, datang, "Shalat, Shalat!" Ibnu Abbas berkata, "Apakah kalian mengajariku Sunnah? Aku telah menyaksikan Rasulullah Saww menjamak antara Dhuhur dan Ashar, Maghrib dan Isya'"." Abdullah bin Syaqiq berkata, "Maka dalam hatiku ada sesuatu yang mengganjal, sehingga aku menemui Abu Hurairah dan kutanyakan masalah ini padanya, ternyata Ia pun membenarkan ucapan Ibnu Abbas." (Hadits No. 1154)
Hadits-hadits yang senada dengan kedua hadits di atas terdapat juga pada hadits No. 1146, 1147, 1148, 1152, 1153, dan 1155.
Utsman bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami dari Abu Mu'awiyah dari Al-‘Amasy dari Habib bin Abu Tsabit dari Sa'id bin Jubair dari Ibnu Abbas, ia berkata: "Rasulullah Saww pernah menjama' shalat Dhuhur dan Ashar, antara shalat Maghrib dan Isya' di Madinah, tidak dalam kondisi ketakutan tidak pula hujan." Maka dia tanyakan hal itu kepada Ibnu Abbas, "Apa maksud beliau melakukan hal itu?" Ibnu Abbas menjawab, "Supaya tidak memberatkan umatnya." (Hadits No. 1025)
Muhammad bin Abdul Aziz bin Abu Rizmah Ghazwan, ia berkata, telah menceritakan kepada kami Al-Fadhl bin Musa dari Al-‘Amasy dari Habib bin Abu Tsabit dari Sa’id bin Jubair dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah Saww pernah shalat di Madinah dengan menjama’ Dhuhur dan Ashar, serta Maghrib dan Isya’ bukan karena takut (peperangan) dan bukan karena hujan. Ibnu Abbas ditanya, "Kenapa demikian?" maka dia menjawab, "Agar tidak memberatkan umatnya." (Hadits No. 598)
Yahya telah menceritakan kepada kami dari Daud bin Qais, ia berkata Shalih pelayan At-Tau’amah menceritakan kepadaku dari Ibnu Abbas, ia berkata, "Rasulullah Saww pernah menjama’ antara shalat Dhuhur dan Ashar, antara shalat Maghrib dan Isya’ tanpa disebabkan turunnya hujan atau bepergian." Mereka bertanya, "Wahai Abu Abbas, apa yang dikehendakinya (Nabi Saww)?" Ia menjawab, "Untuk memberikan kemudahan bagi umatnya." (Hadits No. 3065)
Sufyan telah menceritakan kepada kami dari Abu Az-Zubair dari Sa’id bin Jubair dari Ibnu Abbas, ia berkata, "Aku melakukan shalat bersama Nabi Saww delapan rakaat sekaligus dan tujuh rakaat sekaligus." Aku bertanya kepada Ibnu Abbas, "Mengapa beliau mengerjakan seperti itu?" Ia menjawab, "Beliau ingin tidak memberatkan umatnya." (Hadits No. 3095)
Hadits-hadits yang senada dengan ketiga hadits di atas terdapat juga pada hadits No. 1852, 2426, 3152, dan 3223.
Adam berkata, telah menceritakan kepada kami Syu’bah berkata, Amru bin Dinar berkata, "Aku pernah mendengar Jabir bin Zaid dari Ibnu Abbas berkata, "Nabi Saww pernah melaksanakan shalat tujuh rakaat dengan jama’ dan delapan rakaat dengan jama’"." (Hadits No. 529)
Dengan melihat pada hadits-hadits di atas ternyata Islam memberikan kemudahan (rukhshah) dalam menjalankan ibadah shalat (begitu juga ibadah-ibadah lain) kepada mereka yang memiliki kesibukan atau halangan-halangan lain, seperti: hajatan (kenduri), sakit, seminar, lokakarya, camping (persami), lintas alam, kepanitiaan, perlombaan, terkena bencana, terhalang macet, dll., meskipun tidak sedang dalam keadaan safar (bepergian). Ini menunjukkan bahwa Islam selalu memiliki solusi tepat untuk mengatasi berbagai situasi dan perkembangan zaman, dan juga sangat sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 286:
Mungkin timbul pertanyaan, kenapa hadits-hadits mengenai rukhshah (keringanan) shalat jama’ hanya berasal dari Ibnu Abbas? Pertanyaan seperti ini pun seharusnya ditanyakan pula pada masalah zakat fitrah karena hadits-hadits mengenai zakat fitrah kebanyakan diambil (bersumber) dari Ibnu ‘Umar.[2]
Namun yang pasti, jika kondisi memang tidak memungkinkan untuk shalat seperti biasa, apa salahnya mengambil rukhshah shalat jama' ini, toh Nabi Saww pun pernah mencontohkannya.*)
Wallahu a'lam .....
Lalu bagaimana Islam mengatasi permasalahan ini? Dari berbagai kitab hadits yang ada dikatakan bahwa Nabi Saww (Shalallahu ‘alaihi wa alihi wassalam) pernah melakukan shalat jama' antara shalat Dhuhur dan Ashar, shalat Maghrib dan Isya' di Madinah (bukan dalam bepergian) tanpa disebabkan alasan takut ataupun hujan. Hal ini beliau contohkan supaya tidak membebani umat Islam ketika menemui kondisi-kondisi yang tidak memungkinkan untuk melakukan shalat seperti biasa, sekalipun muqim atau tidak sedang dalam bepergian.
Dalil-dalil Shalat Jama’ Bagi Pemukim (Muqim)
Beberapa pendapat mengaitkan kemudahan (rukhshah) dalam melakukan shalat jama’ dengan merujuk pada surat Al-Isra' ayat 78 berikut:
أَقِمِ الصَّلَاةَ لِدُلُوكِ الشَّمْسِ إِلَىٰ غَسَقِ اللَّيْلِ وَقُرْآنَ الْفَجْرِ إِنَّ قُرْآنَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُودًا
"Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat)." (QS, 17:78)
Ayat ini kemudian dipahami bahwa shalat bisa dilakukan pada saat matahari tergelincir (menjama' Dhuhur dan Asar), gelap malam (menjama' Maghrib dan 'Isa), dan Shubuh. Dan di samping ayat ini, terdapat beberapa hadits Nabi Saww yang mendukung bisa dilakukannya shalat jama' bagi muqim, seperti hadits-hadits berikut (Cek di Ensiklopedi Kitab 9 Imam Hadits atau di Kitab Hadits Online):
1. Shahih Muslim
Abu Mu'awiyah telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib dan Abu Said Al-Asyajj, keduanya berkata, telah menceritakan kepada kami Waki', keduanya dari Al-‘Amasy dari Habib bin Abu Tsabit dari Sa'id bin Jubair dari Ibnu Abbas, ia berkata: "Rasulullah Saww pernah menjama' antara shalat Dhuhur dan Ashar, Maghrib dan Isya' di Madinah, bukan karena ketakutan bukan pula karena hujan." Aku tanyakan kepada Ibnu Abbas, "Mengapa beliau lakukan hal itu?" Dia menjawab, "Beliau ingin supaya tidak memberatkan umatnya." (Hadits No. 1151)
Abu Rabi' Az-Zahrani telah menceritakan kepada kami Hammad dari Zubair bin Khirrit dari Abdullah bin Syaqiq, ia berkata, "Suatu hari Ibnu Abbas berpidato di hadapan kami setelah shalat Ashar hingga matahari terbenam dan bintang-bintang mulai bermunculan, maka orang-orang pun berseru, "Shalat, Shalat!". Tidak lama kemudian seorang laki-laki Bani Tamim, seorang yang tidak loyo dan juga tidak pernah malas, datang, "Shalat, Shalat!" Ibnu Abbas berkata, "Apakah kalian mengajariku Sunnah? Aku telah menyaksikan Rasulullah Saww menjamak antara Dhuhur dan Ashar, Maghrib dan Isya'"." Abdullah bin Syaqiq berkata, "Maka dalam hatiku ada sesuatu yang mengganjal, sehingga aku menemui Abu Hurairah dan kutanyakan masalah ini padanya, ternyata Ia pun membenarkan ucapan Ibnu Abbas." (Hadits No. 1154)
Hadits-hadits yang senada dengan kedua hadits di atas terdapat juga pada hadits No. 1146, 1147, 1148, 1152, 1153, dan 1155.
2. Sunan Abu Daud
Al-Qanabi telah menceritakan kepada kami dari Malik dari Abu Az-Zubair Al-Makki dari dari Sa'id bin Jubair dari Abdullah bin Abbas, ia berkata, "Rasulullah Saww mengerjakan shalat Dhuhur dan Ashar secara jama', dan shalat Maghrib dan Isya' secara jama' tidak dalam kondisi ketakutan atau dalam perjalanan." (Hadits No. 1024)
Utsman bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami dari Abu Mu'awiyah dari Al-‘Amasy dari Habib bin Abu Tsabit dari Sa'id bin Jubair dari Ibnu Abbas, ia berkata: "Rasulullah Saww pernah menjama' shalat Dhuhur dan Ashar, antara shalat Maghrib dan Isya' di Madinah, tidak dalam kondisi ketakutan tidak pula hujan." Maka dia tanyakan hal itu kepada Ibnu Abbas, "Apa maksud beliau melakukan hal itu?" Ibnu Abbas menjawab, "Supaya tidak memberatkan umatnya." (Hadits No. 1025)
3. Sunan Tirmidzi
Hamad berkata, telah menceritakan kepada kami Abu Mu’awiyah dari Al-‘Amasy dari Habib bin Abu Tsabit dari Sa’id bin Jubair dari Ibnu Abbas, ia berkata: "Di Madinah Rasulullah Saww pernah menjama’ antara shalat Dhuhur dan Ashar, serta antara Maghrib dan Isya’, bukan karena takut atau hujan." Said berkata, "Ditanyakan kepada Ibnu Abbas, 'apa yang beliau kehendaki dari hal itu?'" Ia menjawab, "Beliau tidak ingin mempersulit umatnya." Ia berkata, "Dalam bab ini juga terdapat hadits dari Abu Huraerah." Abu Isa berkata, "Hadits Ibnu Abbas ini diriwayatkan dari beberapa jalur, yaitu dari Jabir bin Zaid, Sa’id bin Jubair, dan Abdullah bin Syaqiq Al-Uqaili." (Hadits No. 172)
4. Sunan Nasa'i
Qutaibah telah menceritakan kepada kami dari Malik dari Abu Zubair dari Ibnu Abbas, dia berkata, "Pernah Rasulullah Saww menjama’ shalat Dhuhur dan Ashar, serta menjama’ shalat Maghrib dan Isya’ bukan karena takut (peperangan) dan bukan karena alasan perjalanan." (Hadits No. 597)
Muhammad bin Abdul Aziz bin Abu Rizmah Ghazwan, ia berkata, telah menceritakan kepada kami Al-Fadhl bin Musa dari Al-‘Amasy dari Habib bin Abu Tsabit dari Sa’id bin Jubair dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah Saww pernah shalat di Madinah dengan menjama’ Dhuhur dan Ashar, serta Maghrib dan Isya’ bukan karena takut (peperangan) dan bukan karena hujan. Ibnu Abbas ditanya, "Kenapa demikian?" maka dia menjawab, "Agar tidak memberatkan umatnya." (Hadits No. 598)
5. Sunan Ibnu Majah
Muhriz bin Salamah Al-Adani berkata, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz bin Abdul Hazim dari Ibrahim bin Isma’il dari Abdul Karim dari Mujahid dan Sa’id bin Jubair dan Atho bin Abu Rabah dan Thawus, mereka mengabarkan kepadanya dari Ibnu Abbas bahwasanya Rasulullah Saww menjama’ shalat Maghrib dan Isya’, bukan karena sakit, atau diburu musuh atau karena takut sesuatu. (Hadits No. 1059)
6. Musnad Ahmad
Yunus telah menceritakan kepada kami, Hammad yakni Ibnu Zaid menceritakan kepada kami dari Az-Zubair yakni Ibnu Khirrit dari Abdullah bin Syaqiq, ia berkata, "Pada suatu hari Ibnu Abbas menyampaikan ceramahnya kepada kami selepas shalat Ashar hingga terbenamnya matahari dan terbitnya bintang-bintang, sehingga orang-orang pun mulai berseru, "Shalat, Shalat!"." (Abdullah) berkata, "Maka Ibnu Abbas pun marah, Ia berkata, "Apakah kalian mengajariku Sunnah? Aku telah menyaksikan Rasulullah Saww menjama’ shalat Dhuhur dengan Ashar dan Maghrib dengan Isya’"." Abdullah berkata, "Aku merasa ada ganjalan pada diriku karena hal tersebut, lalu aku menemui Abu Hurairah kemudian menanyakan tentang itu, dan ternyata ia pun menyepakatinya." (Hadits No. 2156)
Yahya telah menceritakan kepada kami dari Daud bin Qais, ia berkata Shalih pelayan At-Tau’amah menceritakan kepadaku dari Ibnu Abbas, ia berkata, "Rasulullah Saww pernah menjama’ antara shalat Dhuhur dan Ashar, antara shalat Maghrib dan Isya’ tanpa disebabkan turunnya hujan atau bepergian." Mereka bertanya, "Wahai Abu Abbas, apa yang dikehendakinya (Nabi Saww)?" Ia menjawab, "Untuk memberikan kemudahan bagi umatnya." (Hadits No. 3065)
Sufyan telah menceritakan kepada kami dari Abu Az-Zubair dari Sa’id bin Jubair dari Ibnu Abbas, ia berkata, "Aku melakukan shalat bersama Nabi Saww delapan rakaat sekaligus dan tujuh rakaat sekaligus." Aku bertanya kepada Ibnu Abbas, "Mengapa beliau mengerjakan seperti itu?" Ia menjawab, "Beliau ingin tidak memberatkan umatnya." (Hadits No. 3095)
Hadits-hadits yang senada dengan ketiga hadits di atas terdapat juga pada hadits No. 1852, 2426, 3152, dan 3223.
7. Shahih Bukhari
Abu An-Nu’man berkata, telah menceritakan kepada kami Hammad, yaitu Ibnu Zaid, dari Amru bin Dinar dari Jabir bin Zaid dari Ibnu Abbas bahwa Nabi Saww melaksanakan shalat di Madinah sebanyak tujuh dan delapan, yaitu shalat Dhuhur, Ashar, Maghrib dan Isya’. Ayub berkata, "Barangkali pada malam itu hujan." Ibnu Abbas berkata, "Bisa jadi." (Hadits No. 510)
Adam berkata, telah menceritakan kepada kami Syu’bah berkata, Amru bin Dinar berkata, "Aku pernah mendengar Jabir bin Zaid dari Ibnu Abbas berkata, "Nabi Saww pernah melaksanakan shalat tujuh rakaat dengan jama’ dan delapan rakaat dengan jama’"." (Hadits No. 529)
Kedua hadits Bukhari di atas agak berbeda dengan hadits-hadits dari kitab-kitab hadits lain dan agak sedikit janggal: Pertama, susunan redaksinya yang tidak pas seperti menyebutkan "tujuh dan delapan" padahal seharusnya "delapan dan tujuh" (Dhuhur + Ashar = 8, Maghrib + Isya’ = 7). Kedua, perkataan Ayub yang mengakatan "malam" padahal Dhuhur dan Ashar tidak termasuk malam. Dan ketiga, perkataan Ibnu Abbas yang mengakatan, "Bisa jadi" seolah-olah Ibnu Abbas tidak yakin dengan hal itu padahal pada kitab-kitab hadits lain menunjukkan sebaliknya.
Dengan melihat pada hadits-hadits di atas ternyata Islam memberikan kemudahan (rukhshah) dalam menjalankan ibadah shalat (begitu juga ibadah-ibadah lain) kepada mereka yang memiliki kesibukan atau halangan-halangan lain, seperti: hajatan (kenduri), sakit, seminar, lokakarya, camping (persami), lintas alam, kepanitiaan, perlombaan, terkena bencana, terhalang macet, dll., meskipun tidak sedang dalam keadaan safar (bepergian). Ini menunjukkan bahwa Islam selalu memiliki solusi tepat untuk mengatasi berbagai situasi dan perkembangan zaman, dan juga sangat sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 286:
لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ
"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia akan mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia juga akan mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya..." (QS, 2:286)
Imam Nawawi mengatakan,[1] "Sebagian imam (ulama) berpendapat bahwa seorang yang mukim boleh menjama' shalatnya apabila diperlukan asalkan tidak dijadikan sebagai suatu kebiasaan." Bahkan Gusdur (alm.) pernah melontarkan gagasan bahwa tukang becak, tukang ojek, dan para sopir lainnya supaya melakukan shalat jama’ karena kesibukan dan jarak yang mereka tempuh secara bolak-balik sudah bisa dikatakan sebagai safar. Hal ini tidak lain agar mereka tidak meninggalkan shalat dengan alasan sibuk, tidak cukup waktu, capek, atau alasan-alasan lainnya karena Islam telah memberikan jalan keluar bagi kondisi-kondisi seperti itu.
Mungkin timbul pertanyaan, kenapa hadits-hadits mengenai rukhshah (keringanan) shalat jama’ hanya berasal dari Ibnu Abbas? Pertanyaan seperti ini pun seharusnya ditanyakan pula pada masalah zakat fitrah karena hadits-hadits mengenai zakat fitrah kebanyakan diambil (bersumber) dari Ibnu ‘Umar.[2]
Namun yang pasti, jika kondisi memang tidak memungkinkan untuk shalat seperti biasa, apa salahnya mengambil rukhshah shalat jama' ini, toh Nabi Saww pun pernah mencontohkannya.*)
Wallahu a'lam .....
"Sesungguhnya Allah menyukai jika rukhshah (keringanan) yang diberikan-Nya dilaksanakan, seperti Dia membenci kemaksiatan kepada-Nya terjadi." (HR. Ahmad No. 5600, 5606)
"Jika ada suatu kaum membenci terhadap apa-apa yang telah aku beri rukhshah (keringanan), maka demi Allah, sesungguhnya aku lebih mengetahui tentang Allah 'Azza wajalla daripada mereka, dan aku adalah orang yang paling takut kepada-Nya daripada mereka" (HR. Ahmad No. 23050)
[1]
Lihat Syarh Muslim, Imam Nawawi 5/219 dan Al-Wajiz fi Fiqhis Sunnah wal Kitabil Aziz hlm. 141.
[2] Lihat Bukhari No. 1407, 1408, 1411, 1415, 1416; Muslim No. 1635, 1636, 1637, 1638, 1639; Abu Daud No. 1373, 1374; Tirmidzi No. 611, 612, 613; Nasa'i No. 2453, 2454, 2455; 2456, 2457, 2458, 2468; Ibnu Majah No. 1815, 1816; Ahmad No. 4256, 4929, 5051, 5087, 5937; Darimi No. 1603.
*) Tulisan ini adalah jawaban kedua terhadap fitnah yang menuduh saya "sesat" karena mengatakan bahwa "dalam keadaan tertentu bisa menjama' shalat sekalipun tidak sedang bepergian (safar)". Padahal pernyataan saya ini bisa menjadi solusi bagi permasalahan yang sering terjadi di Sekolah maupun tempat lain, seperti:
1. Pada saat kegiatan persami (Perkemahan Sabtu-Minggu), kepanitiaan, latihan-latihan, pementasan, sakit, dll., sering kali siswa, guru, karyawan, artis, buruh, dll. yang tidak sempat melakukan shalat Ashar karena kesibukan dalam mempersiapkan diri dan mengurusi ini dan itu.
2. Begitu pula pada saat malam mereka tidak sempat (lupa) melakukan shalat Isya’ karena terlalu lelah atau terlalu mengantuk karena kegiatan sampai larut malam, kadang sampai dini hari (jam 2 lebih).
[2] Lihat Bukhari No. 1407, 1408, 1411, 1415, 1416; Muslim No. 1635, 1636, 1637, 1638, 1639; Abu Daud No. 1373, 1374; Tirmidzi No. 611, 612, 613; Nasa'i No. 2453, 2454, 2455; 2456, 2457, 2458, 2468; Ibnu Majah No. 1815, 1816; Ahmad No. 4256, 4929, 5051, 5087, 5937; Darimi No. 1603.
*) Tulisan ini adalah jawaban kedua terhadap fitnah yang menuduh saya "sesat" karena mengatakan bahwa "dalam keadaan tertentu bisa menjama' shalat sekalipun tidak sedang bepergian (safar)". Padahal pernyataan saya ini bisa menjadi solusi bagi permasalahan yang sering terjadi di Sekolah maupun tempat lain, seperti:
1. Pada saat kegiatan persami (Perkemahan Sabtu-Minggu), kepanitiaan, latihan-latihan, pementasan, sakit, dll., sering kali siswa, guru, karyawan, artis, buruh, dll. yang tidak sempat melakukan shalat Ashar karena kesibukan dalam mempersiapkan diri dan mengurusi ini dan itu.
2. Begitu pula pada saat malam mereka tidak sempat (lupa) melakukan shalat Isya’ karena terlalu lelah atau terlalu mengantuk karena kegiatan sampai larut malam, kadang sampai dini hari (jam 2 lebih).
1 komentar
apakah Rosululloh melakukan jama " dzuhur-ashar" & "magrib-isya" setiap hari?
Tambahkan Komentar
Terimakasih atas semua apresiasi yang sobat berikan.