Melihat peperangan yang terjadi antara tentara Bashar Al-Assad dengan kelompok pemberontak Suriah, saya jadi teringat pada Perang Shiffin, dalam sejarah Islam, dimana pasukan Khalifah 'Ali as berperang melawan pasukan pemberontak pendukung Mu'awiyah.
Kedua peristiwa ini banyak memiliki kemiripan: Pertama, terjadi di Suriah (dulu bernama Syam). Kedua, peperangan antara pemerintahan yang syah dengan kaum pemberontak. Ketiga, kaum pemberontak menggunakan cara-cara licik dalam meraih kemenangan. Keempat, perang antara muslim dengan muslim.
Kelicikan kaum pemberontak pada Perang Shiffin terlihat dari kasus Amru bin Ash. Pertama, ketika 'Ali berhasil menjatuhkan pedang Amru bin Ash dan hendak membunuhnya, Amru nekad membuka celananya hingga telanjang. Melihat hal itu, 'Ali memalingkan wajahnya lalu meninggalkan Amru bin Ash, sehingga selamatlah ia dari kematian. Kedua, ketika pasukan pemberontak hampir kalah dalam pertempuran, Amru bin Ash menusuk Al-Qur'an dengan tombak lalu mengacungkannya ke atas untuk meminta gencatan senjata.
Bagaimana kelicikan kaum pemberontak saat ini? Mungkin gambar berikut bisa dijadikan gambaran:
Dari gambar tersebut terlihat jelas bahwa kaum pemberontak lebih suka menggadaikan kehormatan mereka ("membuka celana") dengan jalan bersekutu dengan musuh-musuh Islam dan kaum munafikun. Bahkan, demi kemenangan dan kekuasaan, mereka berani "menusuk Al-Qur'an dengan tombak". Ayat-ayat Al-Qur'an mereka jadikan alat untuk memperoleh banyak dukungan dari muslimin sedunia padahal tujuannya tidak lain hanya untuk mengambil alih pemerintahan yang syah dengan mengorbankan nyawa saudara sesama muslim sendiri (seperti pada saat Mu'awiyah merebut Kekhalifahan 'Ali). Jika tujuan mereka benar-benar ingin berjihad, kenapa tidak berperang melawan Zionis Israel?
Pertanyaan George Galloway berikut seharusnya menjadi bahan renungan bagi mereka yang ingin berperang di Suriah:
Ya, kenapa ulama-ulama itu tidak memberikan fatwa jihad untuk melawan Zionis Israel? Dan kenapa para pemberontak itu tidak berjihad di Israel?
Lantas, masih pantaskah mereka menyebut dirinya mujahidin sementara yang mereka bunuh adalah sesama muslim sendiri?
Mereka mengaku berjihad di jalan Allah, padahal Al-Qur'an sendiri tidak menyebut jihad sama dengan berperang. Jihad adalah keseriusan atau kesungguhan dalam menjalankan perintah Allah, baik menyangkut ibadah mahdhah (ibadah ritual) maupun ibadah ghair mahdhah (ibadah sosial). Sementara berperang dalam Al-Qur'an disebut dengan qital:
Dalam kasus Perang Suriah, siapa yang memerangi, Bashar Al-Assad atau kaum pemberontak?
Sebagai pemimpin dari sebuah negara berdaulat, sudah menjadi kewajiban Presiden Bashar Al-Assad untuk mempertahankan kedaulatan negara dengan jalan memerangi kaum pemberontak yang memeranginya. Dan ini dibenarkan syariat. Sama halnya jika presiden kita memerintahkan untuk memerangi separatis GAM, OPM, RMS, atau separatis lainnya. Bahkan, yang seharusnya dikatakan mujahidin itu justru tentara/orang-orang Bashar Al-Assad karena mereka mempertahankan kedaulatan negara (hubbul wathan minal iman), bukan orang-orang yang merong-rong kedaulatan negara.
Adalah sebuah kesalahan besar jika kemudian kita ikut terprovokasi seolah-olah ini adalah perang antara "si baik" (Sunni/pemberontak) dan "si jahat" (Syiah/pemerintah) lalu memihak pada salah satu kelompok yang salah, apalagi jika dibarengi dengan memberikan bantuan keuangan maupun nyawa. Kenapa bantuan keuangan dan nyawa itu tidak kita sumbangkan ke Palestina, padahal mereka lebih membutuhkan itu daripada gerombolan pemberontak Suriah?
Seharusnya kita lebih cerdas dalam bertanya. Jika ini adalah perang antara Sunni (pemberontak) dengan Syiah (pemerintah), kenapa tentara Bashar Al-Assad tidak ikut bergabung dengan pemberontak karena sebagian besar dari tentara-tentara itu adalah penganut Sunni? Dan kenapa pemberontak membunuh Syekh Buti, padahal beliau adalah ulama Sunni yang disegani? Apa karena Syekh Buti mendukung pemerintahan Bashar Al-Assad sehingga beliau layak dibunuh?
Urusan Suriah, tidak lebih dari urusan politik dimana para pemberontak ingin mengambil-alih kekuasaan dari pemerintahan yang syah. Persis seperti ketika Mu'awiyah mengambil-alih kekuasaan Khalifah 'Ali as dengan jalan mengobarkan Perang Shiffin. Haruskah sejarah kembali terulang dan mengorbankan ribuan nyawa sesama muslim sendiri?
"Mikir saeutik atuh euy! Nu kitu patut mah lain mujahidin tapi mujahilin!", ceuk si Cepot bari jamotrot.
Wajid Dibaca:
Kedua peristiwa ini banyak memiliki kemiripan: Pertama, terjadi di Suriah (dulu bernama Syam). Kedua, peperangan antara pemerintahan yang syah dengan kaum pemberontak. Ketiga, kaum pemberontak menggunakan cara-cara licik dalam meraih kemenangan. Keempat, perang antara muslim dengan muslim.
Kelicikan kaum pemberontak pada Perang Shiffin terlihat dari kasus Amru bin Ash. Pertama, ketika 'Ali berhasil menjatuhkan pedang Amru bin Ash dan hendak membunuhnya, Amru nekad membuka celananya hingga telanjang. Melihat hal itu, 'Ali memalingkan wajahnya lalu meninggalkan Amru bin Ash, sehingga selamatlah ia dari kematian. Kedua, ketika pasukan pemberontak hampir kalah dalam pertempuran, Amru bin Ash menusuk Al-Qur'an dengan tombak lalu mengacungkannya ke atas untuk meminta gencatan senjata.
Bagaimana kelicikan kaum pemberontak saat ini? Mungkin gambar berikut bisa dijadikan gambaran:
Presiden Obama menyebut Pemberontak Suriah dengan "Pejuang Kebebasan" dan memasok senjata untuk mereka. Mereka menyebut diri mereka sebagai Mujahidin Al-Qaeda…
Dan mereka memenggal kepala seorang Pendeta Katholik
RIP Father Francois Murad (1964-2013)
Dan mereka memenggal kepala seorang Pendeta Katholik
RIP Father Francois Murad (1964-2013)
Dari gambar tersebut terlihat jelas bahwa kaum pemberontak lebih suka menggadaikan kehormatan mereka ("membuka celana") dengan jalan bersekutu dengan musuh-musuh Islam dan kaum munafikun. Bahkan, demi kemenangan dan kekuasaan, mereka berani "menusuk Al-Qur'an dengan tombak". Ayat-ayat Al-Qur'an mereka jadikan alat untuk memperoleh banyak dukungan dari muslimin sedunia padahal tujuannya tidak lain hanya untuk mengambil alih pemerintahan yang syah dengan mengorbankan nyawa saudara sesama muslim sendiri (seperti pada saat Mu'awiyah merebut Kekhalifahan 'Ali). Jika tujuan mereka benar-benar ingin berjihad, kenapa tidak berperang melawan Zionis Israel?
Ingat, mereka menyerukan jihad melawan Suriah, tapi tidak (menyerukan jihad) melawan Israel. Kenapa?
Pertanyaan George Galloway berikut seharusnya menjadi bahan renungan bagi mereka yang ingin berperang di Suriah:
Mengapa Anda berjihad pada satu-satunya negara Arab (Suriah) yang tidak memiliki perjanjian damai dengan Israel?
Mengapa Anda berjihad dengan negara yang tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel dan tidak membuka kedutaan besar Israel?
Mengapa Anda berjihad dengan negara yang mendukung perlawanan Palestina dengan uang dan senjata melawan Israel serta memberikan kamp penampungan kepada rakyat Palestina?
Mengapa Anda berjihad dengan negara yang tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel dan tidak membuka kedutaan besar Israel?
Mengapa Anda berjihad dengan negara yang mendukung perlawanan Palestina dengan uang dan senjata melawan Israel serta memberikan kamp penampungan kepada rakyat Palestina?
Ya, kenapa ulama-ulama itu tidak memberikan fatwa jihad untuk melawan Zionis Israel? Dan kenapa para pemberontak itu tidak berjihad di Israel?
Lantas, masih pantaskah mereka menyebut dirinya mujahidin sementara yang mereka bunuh adalah sesama muslim sendiri?
Mereka mengaku berjihad di jalan Allah, padahal Al-Qur'an sendiri tidak menyebut jihad sama dengan berperang. Jihad adalah keseriusan atau kesungguhan dalam menjalankan perintah Allah, baik menyangkut ibadah mahdhah (ibadah ritual) maupun ibadah ghair mahdhah (ibadah sosial). Sementara berperang dalam Al-Qur'an disebut dengan qital:
وَقَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوا إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ
"Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas." (QS, 2:190)
Dalam Islam, berperang hanya boleh dilakukan:
- Kepada orang-orang yang memerangi
- Tidak dengan cara yang melampaui batas
- Jika musuh berhenti memerangi, tidak boleh diperangi (QS, 2:193)
Dalam kasus Perang Suriah, siapa yang memerangi, Bashar Al-Assad atau kaum pemberontak?
Sebagai pemimpin dari sebuah negara berdaulat, sudah menjadi kewajiban Presiden Bashar Al-Assad untuk mempertahankan kedaulatan negara dengan jalan memerangi kaum pemberontak yang memeranginya. Dan ini dibenarkan syariat. Sama halnya jika presiden kita memerintahkan untuk memerangi separatis GAM, OPM, RMS, atau separatis lainnya. Bahkan, yang seharusnya dikatakan mujahidin itu justru tentara/orang-orang Bashar Al-Assad karena mereka mempertahankan kedaulatan negara (hubbul wathan minal iman), bukan orang-orang yang merong-rong kedaulatan negara.
Adalah sebuah kesalahan besar jika kemudian kita ikut terprovokasi seolah-olah ini adalah perang antara "si baik" (Sunni/pemberontak) dan "si jahat" (Syiah/pemerintah) lalu memihak pada salah satu kelompok yang salah, apalagi jika dibarengi dengan memberikan bantuan keuangan maupun nyawa. Kenapa bantuan keuangan dan nyawa itu tidak kita sumbangkan ke Palestina, padahal mereka lebih membutuhkan itu daripada gerombolan pemberontak Suriah?
Seharusnya kita lebih cerdas dalam bertanya. Jika ini adalah perang antara Sunni (pemberontak) dengan Syiah (pemerintah), kenapa tentara Bashar Al-Assad tidak ikut bergabung dengan pemberontak karena sebagian besar dari tentara-tentara itu adalah penganut Sunni? Dan kenapa pemberontak membunuh Syekh Buti, padahal beliau adalah ulama Sunni yang disegani? Apa karena Syekh Buti mendukung pemerintahan Bashar Al-Assad sehingga beliau layak dibunuh?
Urusan Suriah, tidak lebih dari urusan politik dimana para pemberontak ingin mengambil-alih kekuasaan dari pemerintahan yang syah. Persis seperti ketika Mu'awiyah mengambil-alih kekuasaan Khalifah 'Ali as dengan jalan mengobarkan Perang Shiffin. Haruskah sejarah kembali terulang dan mengorbankan ribuan nyawa sesama muslim sendiri?
"Mikir saeutik atuh euy! Nu kitu patut mah lain mujahidin tapi mujahilin!", ceuk si Cepot bari jamotrot.
Wajid Dibaca:
13 komentarPosting Komentar
perang itu sama aja dengan jihad
@berkah Bekerja juga sama dengan jihad. Belajar juga sama dengan jihad. Berbakti pada orangtua juga sama dengan jihad.
Kalo dalam perang, jihad itu memerangi orang-orang yang memerangi (QS, 2:190)
Antum bilang ini muslim vs muslim, sungguh Anda keliru.
Bashar Assad laknatullah bukanlah seorang muslim, dia seorang Syi'ah dan Syi'ah bukanlah bagian dari Islam.
Coba antum cari fatwa2 ulama ttg Syi'ah.
#Syi'ahBukanIslam
@Vickz Rahmanovickz Kalau Syiah bukan Islam, kenapa Arab Saudi membolehkan orang Syiah untuk berhaji?
Pake saja nalar antum. Kenapa Syekh Buti membela Bashar? Kenapa Ketua NU, Ketua Muhammadiyah, Ulama-ulama Al-Azhar, Gus Dur, Amin Rais, Quraish Shihab, dll. tidak mempermasalahkan Syiah? Kenapa 500 lebih ulama di dunia menandatangani Deklarasi Amman?
Coba antum cari fatwa-fatwa ulama-ulama yang tidak mempermasalahkan Syiah dan antum bandingkan otoritas ulama-ulama tersebut dengan ulama-ulama yang menyalahkan syiah.
Semoga antum bisa berfikir lebih cerdas
taubatlah sebelum ajl tiba . bashar asad menganggap dirinya tuhan sama dengan firaun . wajib diperangi
@Hardianah dian Kena hasutan ya bro?
Pake aja akal sehat. Gak mungkin orang sekelas Syehh Buti (alm) mendukung Basar kalau dia spt Firaun.
Pendukung syiah ya bro?tau koq sifat2 org syiah,mereka klo jd minoritas wah baiknya minta ampun,klo berbicara,dusta pun d halalkan(taqiyah),nah knp syiah laknatullah boleh berhaji itu jwb annya simple,org berhaji membawa damai bukan perang,org kafir yg berdamai aja d larang utk d bunuh seperti hadis nabi Muhammad SAW : tdk mencium bau surga bagi muslim yg membunuh kafir yg berdamai...noh jelas?pa kurang jelas?plus syiah ngaku islam,nah jd knp d larang?saya akuin hebat syiah memelintir agama samapi bynk yg dibikin bingung....tp saya setuju dgn posting ini utk stop war...selama sunni yg menang ya gk bro?
@verissa sakhibMalaikat ya bro? Hebat ente bisa melaknat kelompok lain dan merasa paling benar. Jangan-jangan ente pernah ngobrol dengan Tuhan sehingga tahu bahwa ente benar.
Pahami dulu taqiyah itu apa sebelum menuding syiah.
Orang syiah tidak perlu bertaqiyah pada zaman ini, beda dgn zaman umayah. Mereke bertaqiyah pada zaman itu karna takut dibunuh.
Sekarang, pemerintahan mana yang mau membunuh syiah?
Jika alasan bolehnya syiah berhaji karena membawa damai, kenapa orang Ahmadiyah dilarang berhaji oleh pemerintah Arab Saudi
Mantap bro postingannya, pada akhirnya kebenaranlah yang akan terungkap, dan buat saudara muslim ku lainnya,,,, jangan menghina dan melaknat, jangan mengganggap ente "putih" hingga menganggap lainnya "hitam",,,, satu kalimat untuk perbedaan "berlomba-lomba dalam kebaikan",,,,
@sofian hakim Sekarang juga sudah sedikit terungkap. Sobat bisa baca tentang Suriah di sini http://dinasulaeman.wordpress.com/2014/05/15/suriah-pada-akhirnya/
Saya setuju dgn penulis..yg suka melaknat it karena termakan isu isu fitnah..bljr dlu sejarah.syiah itu terbagi bnyk golongan..jd keliru klu dkatakan smua aliran syiah kafir..anda harus tahu..syiah dgn sunni it hubungannya sgt baik..yg mrusak hubungan ini adlh klompok wahabi yg mngadu syiah dgn sunni..
Mikir bos
Terimah kasih artikelnya, sungguh bermanfaat sebagai penambah pengetahuan dan juga sebagai pisau analisa terhadap islam masa lampau dan yg kontemporer. "Kebenaran itu pada hakikatnya adalah yang akan menang" sehingga akan terungkap golongan2 siapa saja yang memecah belah ummat Islam.
Semoga keselamat tercurah kepada nabi muhammad dan keluarganya.
Tambahkan Komentar
Terimakasih atas semua apresiasi yang sobat berikan.